Sarangberita.com, 9 April 2025 – Ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara kembali memanas. Setelah Presiden AS memberlakukan tarif tinggi terhadap berbagai produk impor, gelombang respons dari negara-negara terdampak pun bermunculan.
Sejumlah negara mitra dagang seperti China, India, Brasil. Hingga negara-negara di Eropa, mulai melakukan aksi balasan dengan memboikot berbagai produk asal AS.
Baca Juga
PM Singapura Sentil Amerika: Kecewa Berat atas Kebijakan Sepihak!

Boikot ini disebut sebagai bentuk tekanan diplomatik dan ekonomi terhadap kebijakan proteksionisme yang diterapkan oleh pemerintah AS.
Negara-negara tersebut menganggap tarif tinggi yang diberlakukan AS telah merusak stabilitas perdagangan global dan melanggar prinsip perdagangan bebas yang selama ini dijunjung dalam kerja sama internasional.
Baca Juga
Pecah Lagi! Yaman Dibombardir, Siapa Target Utamanya?
Menurut laporan dari World Trade Monitor, ekspor produk elektronik, kendaraan, hingga produk pertanian dari AS mengalami penurunan drastis sejak awal April 2025. Di Eropa, sejumlah supermarket telah menarik produk-produk AS dari rak penjualan. Di China dan India, gerakan boikot bahkan didukung oleh kampanye di media sosial yang mengajak masyarakat untuk membeli produk lokal.
Sementara itu, para ekonom memperingatkan bahwa kondisi ini dapat memperburuk situasi ekonomi global yang sedang rapuh pasca pandemi dan krisis energi. Mereka mendorong agar AS segera meninjau kembali kebijakan tarif yang agresif, guna mencegah konflik dagang yang lebih luas.
Di sisi lain, pemerintah AS bersikukuh bahwa tarif tersebut penting untuk melindungi industri dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja. Namun, jika eskalasi terus berlanjut, bisa saja berujung pada perang dagang skala besar seperti yang terjadi pada 2018 lalu.
Saat ini, dunia menanti langkah berikutnya. Akankah AS melunak, atau justru memperkeras sikapnya?
Baca Juga: Prabowo Sebut Indonesia Terlalu Loyal pada Sistem Ekonomi AS, Apa Implikasinya?