Sarangberita.com, Jakarta, 22 Mei 2025 – Industri di Indonesia menghadapi tantangan serius akibat tersendatnya suplai gas, terutama di sektor keramik, pupuk, dan manufaktur.
Pada April 2025, alokasi gas industri tertentu (AGIT) turun drastis, hanya mencapai 65,3% di Jawa Barat dan 48,8% di Jawa Timur, dibandingkan 77% dan 61% pada Maret 2025. Akibatnya, industri keramik hanya mencapai utilisasi 75% dari target 85%, dengan produksi 120 juta meter persegi ubin pada kuartal I-2025.

Ketua Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto, menyebut keterbatasan gas menggerus daya saing. “Industri tertekan dengan biaya tambahan 16,77 dolar AS per MMBTU,” ujarnya. Selain itu, harga gas naik menjadi 8 dolar AS per MMBTU, 15% di atas kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).
Untuk mengatasi krisis ini, pemerintah dan perusahaan gas menjalankan Domestic Swap Agreement (pertukaran gas). Skema ini, didukung SKK Migas, mengalokasikan sebagian volume ekspor gas untuk kebutuhan domestik.
Baca juga
China Cetak Sejarah! Berhasil Tundukkan AS
Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, menegaskan skema swap gas menjamin ketersediaan gas untuk industri dan listrik. “Ini langkah strategis untuk pertumbuhan ekonomi,” katanya. Dengan demikian, penurunan harga gas diharapkan terjadi pada Agustus 2025.
Namun, Asaki menekankan perlunya campur tangan Kementerian ESDM untuk menangani defisit pasokan jangka panjang. Tanpa solusi ini, target ekspansi keramik 718 juta meter persegi pada 2026 terancam gagal. Dengan langkah ini, pemerintah berupaya menjaga iklim investasi dan mendukung industri nasional.