Sarangberita.com, Jakarta, 29 Juni 2025 – Dua pekan setelah serangan militer Israel (Operasi Rising Lion) pada 13 Juni dan Amerika Serikat pada 22 Juni 2025, program nuklir Iran mengalami guncangan signifikan.
Serangan menargetkan tiga fasilitas utama: Natanz, Fordow, dan Isfahan. Natanz kehilangan sebagian besar sentrifus pengayaan uranium, sementara Fordow, yang terlindung di bawah gunung, mengalami kerusakan parsial. Isfahan juga terdampak, namun tanpa kebocoran radiasi signifikan, menurut laporan IAEA.

Baca Juga
Gaza Masih Membara di Tengah Gencatan Senjata Israel-Iran
Iran mengklaim telah mengevakuasi material nuklir sebelum serangan, dengan stok uranium yang cukup untuk 9-10 bom dipindahkan ke lokasi rahasia. Meski 14 ilmuwan nuklir kunci tewas, Iran masih memiliki keahlian untuk melanjutkan programnya.
Infrastruktur pendukung seperti pabrik sentrifus di Natanz hancur, tetapi intelijen AS menduga Iran memiliki fasilitas rahasia yang belum terdeteksi. Kapabilitas rudal Iran tetap kuat, dengan ribuan rudal balistik dan drone yang masih operasional.
Baca Juga
Login WhatsApp Web Tanpa Ribet: Aman dan Praktis dalam Hitungan Detik!
Sebagai respons, Iran melancarkan Operasi True Promise III, menyerang kota-kota Israel seperti Tel Aviv dan Haifa, menyebabkan kerusakan infrastruktur.
Presiden Masoud Pezeshkian menegaskan komitmen Iran pada program nuklir untuk tujuan damai dan mengutuk agresi Israel-AS. Gencatan senjata sementara pada 23 Juni, dimediasi AS, belum menjamin stabilitas jangka panjang.
Intelijen AS memperkirakan serangan hanya menunda program nuklir Iran selama beberapa bulan hingga dua tahun. Rusia memperingatkan risiko bencana nuklir, sementara Pakistan mengutuk serangan AS sebagai pelanggaran hukum internasional. Meski terhambat, ketahanan Iran menunjukkan potensi ancaman nuklirnya tetap ada, memicu kekhawatiran global akan eskalasi lebih lanjut.