Sarangberita.com, Jakarta, 2 Juni 2025 – Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali memanas setelah Presiden AS Donald Trump memperketat pemblokiran teknologi terhadap China. Memicu reaksi keras dari Presiden Xi Jinping.
Trump menuduh China melanggar kesepakatan perdagangan yang diteken di Jenewa, Swiss, pada 12 Mei 2025, dan mengumumkan rencana menaikkan tarif impor baja dan aluminium dari 25% menjadi 50%. Kebijakan ini dianggap China sebagai tindakan diskriminatif yang memperburuk perang dagang.

Juru bicara Kedutaan Besar China di AS, Liu Pengyu, menyebut pemblokiran ekspor semikonduktor oleh AS sebagai penyalahgunaan aturan. Merujuk pada larangan penggunaan chip AI Ascend buatan Huawei yang diancam sanksi oleh Biro Keamanan dan Industri AS.
China menegaskan akan mengambil langkah tegas untuk melindungi kepentingannya. Dengan Xi Jinping memerintahkan kesiapan “mode perang” di kementerian luar negeri dan perdagangan.
Selain chip, Trump memperluas blokir ke laboratorium pengujian China yang mengesahkan perangkat elektronik untuk pasar AS. Seperti ponsel dan komputer, melalui aturan baru Federal Communications Commission (FCC). Langkah ini dinilai melumpuhkan ambisi teknologi China, terutama di bidang kecerdasan buatan (AI).
Pemerintah China mengecam AS sebagai “pengganggu sepihak” yang merusak sistem perdagangan global. Xi Jinping, dalam kunjungan ke Asia Tenggara, menyerukan penolakan terhadap “intimidasi unilateral” untuk memperkuat hubungan dagang dengan Vietnam, Malaysia, dan Kamboja. Sekaligus menandingi pengaruh AS.
Kebijakan Trump ini memicu kekhawatiran dunia akan potensi dekoupling ekonomi global. China mengurangi ketergantungan pada teknologi AS dan mendiversifikasi mitra dagang, sementara Trump bersikeras bernegosiasi langsung dengan Xi, meski Beijing menolak klaim adanya pembicaraan.