Sarangberita.com, Jakarta, 11 Juli 2025 – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor tembaga sebesar 50%, efektif mulai 1 Agustus 2025, sebagai bagian dari strategi proteksionisme untuk memperkuat industri domestik AS.
Namun, pelaku industri dan analis memperingatkan bahwa AS tidak dapat membangun industri tembaga yang mandiri dalam waktu singkat. Kebijakan ini, yang diumumkan melalui akun X resmi Trump pada 9 Juli 2025, menuai sorotan tajam karena potensi dampaknya terhadap rantai pasok global dan harga tembaga.

Baca Juga
Putin & Xi Jinping Absen di Pertemuan BRICS, Ada Apa?
Menurut laporan, AS hanya memproduksi 6% dari kebutuhan tembaga global, sementara impor menyumbang lebih dari 60% kebutuhan domestik, terutama dari Chile, Kanada, dan Meksiko.
“Membangun tambang tembaga baru membutuhkan waktu 7-10 tahun, belum termasuk izin lingkungan dan investasi miliaran dolar.” Ujar James Litinsky, CEO MP Materials, dalam wawancara dengan Bloomberg.
Kebijakan tarif ini dikhawatirkan akan meningkatkan harga tembaga hingga 20%. Membebani industri elektronik dan energi terbarukan AS, yang bergantung pada tembaga untuk kabel dan panel surya.
Baca Juga
Gencatan Senjata Gaza di Depan Mata, Ini Satu Hal yang Diminta Hamas
Di Indonesia, kebijakan ini dinilai memiliki dampak minimal terhadap ekspor tembaga, karena pasar utama Indonesia adalah Tiongkok, Jepang, dan India. “Hanya 5% ekspor tembaga kita ke AS. Pasar domestik dan Asia tetap menjadi fokus,” ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA), Djoko Widajatno.
Kritik juga muncul dari dalam AS. Asosiasi Produsen Tembaga AS menyebut kebijakan ini “terburu-buru” dan dapat melemahkan daya saing produk AS di pasar global. Sementara itu, cuitan di X menunjukkan sentimen beragam. Dengan beberapa pengguna mendukung langkah Trump untuk melindungi industri lokal, namun banyak yang khawatir akan inflasi.
Baca Juga : Prabowo dan Putin Resmikan MoU Strategis, Buka Era Baru Kemitraan Indonesia-Rusia