Sarangberita.com, 18 Juli 2025 – Konflik sektarian di Provinsi Sweida, Suriah selatan, antara suku Druze dan Arab Badui kembali memanas, menewaskan lebih dari 510 orang sejak Minggu (13/7).
Bentrokan dipicu penculikan pedagang sayuran Druze oleh kelompok Badui di jalan raya Sweida-Damaskus, memicu aksi balas dendam dan eskalasi kekerasan.

Baca Juga
Houthi Kembali Serang Israel, Pelabuhan Eilat Tutup Permanen
Israel turut campur dengan melancarkan serangan udara ke Sweida dan Damaskus, termasuk markas Kementerian Pertahanan Suriah, pada 15-16 Juli, dengan dalih melindungi komunitas Druze.
Menurut Syrian Observatory for Human Rights, korban tewas meliputi 79 milisi Druze, 154 warga sipil Sweida, 243 personel pemerintah Suriah, dan 18 milisi Badui. Pasukan pemerintah Suriah yang dikerahkan untuk meredam konflik dituduh menyerang warga Druze, memicu respons Israel.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan serangan bertujuan melindungi Druze, yang memiliki “ikatan persaudaraan” dengan 150.000 warga Druze di Israel, khususnya di Dataran Tinggi Golan yang diduduki sejak 1967. Druze di Israel wajib militer dan banyak menduduki posisi penting di militer, membuat mereka sekutu strategis Tel Aviv.
Baca Juga
Kekayaan Negara RI Melonjak, Aset Tanah Tembus Rp 4.000 Triliun Lebih
Namun, banyak pemimpin Druze Suriah menolak bantuan Israel, khawatir intervensi ini memperburuk ketegangan sektarian dan memberi kesan aliansi dengan Israel. Di Suriah, Druze, yang berjumlah sekitar 700.000 jiwa dan mayoritas di Sweida, bukan Muslim. Melainkan penganut agama monoteistik unik bercabang dari Islam Syiah Ismailiyah.
Gencatan senjata diumumkan pada 15 Juli, tetapi bentrokan sporadis berlanjut. Rusia dan Indonesia mengecam serangan Israel sebagai pelanggaran kedaulatan Suriah. Analis menilai intervensi Israel lebih bertujuan menjaga zona demiliterisasi di perbatasan dan melemahkan Suriah ketimbang sekadar melindungi Druze.
Baca Juga : Presiden Prabowo Bertemu Raja Belgia, Disambut Hangat di Istana Laeken